Apakah selera makan
kita sama?
Bagaimana sesuatu makanan bisa menjadi tidak halal? Beberapa
pendapat mengatakan karena makanan tersebut bersumber dari hasil kerja yang
tidak halal, misalnya korupsi, mencuri atau perbuatan yang tidak legal secara
konsep islam. Jenis makanan yang seharusnya halalpun bisa menjadi haram karena
proses penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat islam, seperti daging sapi,
kambing, domba, atau ayam. Selain itu, ada juga memang makanan yang sudah
dinyatakan haram oleh Allah SWT dalam Alqur’an seperti daging anjing dan babi. Mungkin
hal tersebut sudah banyak kita ketahui, tetapi apakah kita pernah memakan sesuatu
tanpa minta izin kepada yang punya makanan terlebih dahulu? Mari kita perhatikan
pendapat berikut.
"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Setiap orang memiliki selera maka yang berbeda. Ada yang
suka makan daging, ada yang menikmati sayuran dan ada juga menyukai keduanya.
Pilihan makanan terkadang tergantung pada waktu dan tempat serta bagaimana kita
dibesarkan/ kebiasaan. Di daerah yang dingin, mungkin jenis menu yang enak adalah yang
pedas, atau yang asin. Di daerah yang yang panas, mungkin jenis makananya
manis. Pada waktu malam, dihidangkan makanan yang hangat adalah sebuah
kenikmatan tersendiri, dan tentunya makanan yang dingin dipagi hari terkadang
membuat orang kurang berselera. Pada prinsipnya selera makan masing masing kita
terdapat perbedaan dan tidak bisa digeneralisir.
Terkadang ada orang yang memiliki pantangan atau alergi
pada jenis makanan tertentu. Ada yang takut makan telur, udang atau daging kambing karena hawatir
terkena gatal-gatal. Ada juga yang hawatir makanan yang pedas karena takut
mulas. Terkadang juga kita sangat fobia pada makanan yang mungkin kurang bersih
secara kesehatan. Tetapi seberapa
banyak kita yang alergi makanan yang tidak halal?. Yaitu jenis makanan
yang tidak sesuai dengan aturan-aturan agama. Jawabannya hanya kita sendiri
yang tahu.

Dalam konsep Islam semua jenis makanan ataupun minuman
milik Allah, dan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia selaku hamba
Allah. Tujuan diciptakannya adalah sebagai bekal hidup dalam proses menyembah
Allah SWT. Terkait dengan diskusi sebelumnya bahwa sebab tidak halalnya makanan
atau minuman salah satunya adalah karena
kita tidak meminta izin kepada yang memiliki makanan. Pernahkah kita makan tanpa meminta izin
kepada Allah SWT, yaitu tanpa membaca bismillahirrahmaanirrahiim. Jika
pernah maka saat itu kita mengambil makanan tanpa izin. Dengan kata lain kita
sudah melakukan “pencurian” yang
berakibat pada tidak halalnya makanan yang kita konsumsi. Semakin jarang kita membaca bismillah, maka semakin sering kita
mengambil tanpa izin / “ mencuri” dan semakin sering kita mengkonsumsi makanan
yang haram.
Mengapa harus makanan
halal?
Suatu hari saya mengikuti sebuah kajian ilmiah dari
seorang Tuan Guru Tua / Kiyai/ Ulama di Lombok yang membahas tentang pentingnya
makanan halal. Beliau menjelaskan bahwa
karakter atau perilaku manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor makanan
dan faktor iblis. Beliau menjelaskan secara ilmiah dan spiritual bahwa makanan
yang kita konsumsi setiap hari akan terbagi menjadi dua yaitu Sari dan Sisa. Sisa makanan atau yang tidak terserap kedalam tubuh kita
akan dikeluarkan dalam tiga bentuk zat, padat, cair dan gas. Sedangkan sari makanan
akan terbagi menjadi lima, yaitu syaraf, sperma dan sel telur, darah, daging
dan tulang.
Mari kita perhatikan satu persatu. Pertama syaraf, berfungsi
untuk banyak hal, misalnya melihat, mendengar, berbicara, berjalan, berfikir
dan fungsi-fungsi lainnya. Jika syaraf yang terbentuk berasal dari makanan yang
haram, maka kecendrungan fungsi
syaraf ini akan negatif. Misalnya syaraf pada mata yang awalnya kita niatkan
untuk melihat qur’an atau membaca ilmu pengetahuan, cenderung kita gunakan
untuk melihat yang tidak seharusnya....?.
Sperma dan sel telur behubungan dengan keturunan atau
anak. Ketika anak lahir, maka anak tersebut akan mewarisi bentuk fisik, mental
dan sifat dari kedua orang tuanya. Bisa dibayangkan bahwa jika sperma dan sel
telur pasangan suami istri berasal dari makanan hasil mencuri atau korupsi, maka
secara tidak sadar kita sudah mewariskan gen
yang tidak bermoral. Genetika tidak hanya mempengaruhi kemampuan berbahasa
serta kecerdasaan lainnya, tetapi ia juga mempengaruhi perilaku atau watak dari
anak-anak kita.
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : كل مولد يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمحسانه
"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".
Mungkin secara fisik, seorang anak tampak menawan, tetapi berperilaku "tidak karuan" yang dampaknya sangat menyengsarakan batin kita sebagai orang tua. Mungkin syair berikut dari seorang ulama muda di Lombok
(Tuan Guru Haji (Kiyai) Lalu Mujahidul Islam bisa menjadi bahan renungan bersama
terkait dengan masalah keturunan yang menyengsarakan para orang tuanya.
“Jaranglah pandai menjaga diri “Di
zaman ini sangatlah nyata
Kebanyakan asyik memoles diri Banyaklah
fitnah dimana-mana
Hanya banggakan wajah dan bodi Iman
taqwanya dilelang nyata
Akhirnya
lupa budi pekerti” Akhirnya
lupa pada Sang Pencipta”
Hal yang tidak jauh berbeda pula dengan darah. Secara
medis, transfusi darah adalah sesuatu yang baik dan bisa dilakukan jika
pendonor memiliki kesamaan golongan darah dengan orang yang didonor. Tetapi
pernahkah kita berpikir, bagaimana kualitas darah si pendonor? Tentunya konsep kualitas
secara medis dengan agama terdapat perbedaan. Dalam konsep
Islam, darah yang berkualitas adalah darah orang yang sehat secara fisik dan sehat secara rohani, darahnya terbentuk dari makanan yang halal. Bayangkan jika ada seorang anggota keluarga kita yang sholeh, sakit dan memerlukan transfusi darah, darah siapakah yang akan kita upayakan. Jika kita memiliki pilihan, kenapa tidak mencari pendonor dari orang yang sholeh juga. Insyaallah ada masalah akan ada jalan keluar.
Islam, darah yang berkualitas adalah darah orang yang sehat secara fisik dan sehat secara rohani, darahnya terbentuk dari makanan yang halal. Bayangkan jika ada seorang anggota keluarga kita yang sholeh, sakit dan memerlukan transfusi darah, darah siapakah yang akan kita upayakan. Jika kita memiliki pilihan, kenapa tidak mencari pendonor dari orang yang sholeh juga. Insyaallah ada masalah akan ada jalan keluar.
“Sesungguhnya bersama kesusahan, akan ada kemudahan” (QS: 94, Ayat
5-6).
Bagaimana dengan daging dan tulang? Hal yang sama juga
berlaku dimana makanan yang tidak halal akan menjadikan daging dan tulang kita
juga menjadi tidak sehat secara kerohanian, meskipun terlihat sehat secara
fisik. Penting menjaga agar otot dan tulang tidak keropos secara jasmani,
tetapi lebih penting menjaga tulang yang digerogoti oleh makanan yang tidak
halal.
Apa hubungan makanan dengan Iblis?
Allah menciptakan tubuh ini menjadi wadah atau rumah bagi
ruh, akal dan nafsu. Jika rumah tersebut kotor, maka sesuatu yang kotor dan
jijik akan senang memasuki dan menempatinya. Tetapi jika rumah tersebut bersih,
maka hal-hal yang baik akan senang berada didalamnya. Orang yang menjaga kehalalan
makanannya, maka dia mengupayakan kebaikan dalam dirinya. Semakin dia berusaha
mensucikan dirinya, maka semakin dia mendatangkan kebaikan dan ketenangan dalam
dirinya. Sebaliknya, orang yang
membiarkan rumah/ jasadnya terkotori oleh makanan yang tidak halal, maka akan
bermuara kemalasan, kelalalaian, kekotoran dan Iblis akan mudah menguasai
hatinya. Jika hati, pikiran dan nafsu sudah terkuasai oleh iblis, maka akan
berat untuk membersihkannya. Sholat menjadi malas. Mengaji menjadi jarang,
bersodakoh menjadi berat, dan seterusnya.
Pernahkan kita kehilangan selera makan?
Saya beberapa kali mengalami masa-masa jenuh dengan
menu-menu tertentu atau bahkan tidak memiliki selera makan sama sekali. Bagaimana
dengan saudara-saudari sekalian? Mungkin pernah juga. Saya juga pernah
mengalami momen-momen dimana makanan itu begitu nikmat, dan hal tersebut merupakan nikmat yang sangat
luar biasa dari Allah SWT. Ada tiga masa dimana saya menemukan kenikmatan yang
luar biasa yaitu saat berbuka puasa, saat saya betul-betul lapar dan ketika
saya mengingat bahwa tidak semua orang bisa menikmati apa yang sedang saya
makan (bersyukur). Jadi betullah kata orang bijak, penyedap rasa yang paling
hebat adalah ketiga hal tersebut diatas, puasa, lapar dan bersukur.
Perenungan
Akhirnya, semoga tulisan ini bisa membuat kita saling
mengingatkan diri, agar menjaga keseimbangan dalam diri kita. Menjaga
keseimbangan dengan berupaya tetap sehat secara jasmani dan rohani. Berusaha
tetap sehat dengan menjaga kebersihan dan kehalalan makanan yang kita konsumsi dengan
tetap mengucapkan bismillahirrahmaanirrahim
dan Alhamdulillahirabbil alamin. Ini semata-mata demi menjaga kesucian diri kita serta
keturunan kita sehingga rahmat allah berupa ketenangan, petunjuk dan kemudahan
tetap hadir dalam batin kita dan keluarga kita.
QS. al-Tahrim (66) : ياأيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا
"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka…"
Agar kita juga bisa lebih khusuk
saat menghadap yang maha suci ( ya Quddus) terutama dalam sholat, dan lebih
siap menghadap Allah SWT di alam akhirat nanti. Jika kebersihan tetap kita
jaga, semoga proses pembersihan, melalui siksaan di kubur, di padang mahsyar
serta neraka, tidak perlu kita lewati (Masuk syorga bighairi hisab).
Catatan
Mohon maaf kalau ada kesalahan konsep atau kurang baiknya
metode penulisan. Penulis hanya berusaha menuangkan pemikiran sebagai bahan pengingat
untuk diri dan saudara-saudara seiman. Oleh karena itu, koreksi dan dan saran
dari siapapun sangatlah penulis.
(Wollongong, Australia, 14 September, 2013)
Referensi
Departemen Agama RI. (2000). Alqur'anul Kariim dan Terjemahannya. C.V. Diponegoro
Islam, L.M., TGH. (2012). Album Akhir Zaman. Sumbu Band. Benteng, Lombok Timur, NTB
Sulaiman, L.M. TGH. (2010). Pengajian Mingguan. Kotaraja, Lombok Timur, NTB.
Sumber gambar: www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar