Sabtu, 21 September 2013

Kejamnya Orang Tua Sekarang


Marham JH.
Surabaya, 25 Mei 2012

Mungkin tidak semua orang akan setuju dengan pendapat ini, tetapi saya rasa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkanuneg-uneg yang terus menggangu dalam hati dan pikiran saya. Sejujurnya. Saya merasa orang tua sekarang kebanyakan menganggap diri mereka sudah berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya tetapi kenyataanya mereka melakukan yang sebaliknya? Mungkin anda akan bertanya kenapa saya mengatakan demikian. Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hasil pengamatan saya.

Terlalu membiarkan anak mereka bermain kapan saja dan dengan siapa saja
Ada seorang Bapak yang baru saja saya kenal, dalam perjalanan ke Surabya, mengatakan bahwa induk ayam akan mencari anak mereka sampai ketemu ketika anaknya tidak berada disekitarnya. Terutama apabila waktu magrib telah tiba dimana sang induk akn terus memanggil-manggil anaknnya Mereka akan terus mencarinya kemana-mana sampai ia menemukan anaknya..  Apakah itu terjadi pada kebanyakan orang tua sekarang? Kita semua memiliki jawaban yang berbeda tentang hal ini. Tetapi kalau kita perhatikan di daerah perkotaan, ada banyak orang tua yang begitu santainya membiarkan anak mereka keluar dari rumah tanpa mempedulikan kapan anaknya harus pulang dan dengan siapa anaknya keluyuran.
Mungkin kurang bijak kalau orang tua disalahkan dalam hal ini karena mereka punya alasan kuat untuk itu. Mereka mungkin saja sibuk bekerja atau mengurus bisnisnya. Tetapi, saya justru bersyukur dengan banyaknya kasus penculikan anak, meskipun bagi sebagian besar orang hal tersebut menakutkan. Maksud saya, dengan kejadian tersebut, para orang tua mulai bertanya dimana keberadaan anak-anak mereka dan berusaha mencarinya.
Mereka terlalu percaya pada orang lain untuk mendidik anak mereka
Dunia pendidikan secara fisik telah menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya gedung-gedung baru, fasilitas yang lengkap ditambah dengan masuknya tekhonolgi informatika yang sudah terinstal ke sekolah-sekolah. Akibatnya banyak orang tua yang menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah sekolah yang dianggap berkualitas. Mereka sepertinya mempercayakan sepenuhnya masa depan anak-anak mereka kepada orang lain, kepada para guru di sekolah tersebut. Hal tersebut membuat mereka lupa pada tugas utama mereka yaitu menjadi guru pertama dan utama bagi keturunannya.
Mereka sanggup mengeluarkan biaya mahal agar anak mereka bisa meraih masa depan yang baik. Tetapi sadarkah mereka bahwa para guru tersebut juga memiliki kekurangan yang tidak memungkinkan mereka untuk sepenuhnya mampu menjadi pemegang amanat yang baik. Mereka juga punya masalah seperti kebanyakan orang tua. Dengan adanya peraturan baru mengenai guru sebagai sebuah profesi, maka imbasnya adalah fokus perhatian guru mulai beralih kepada material. Hal ini diperparah dengan guru juga mengalami tekanan finansial sehingga harapan untuk menjadikan anak didik mereka menjadi generasi yang lebih baik sepertinya semakin tipis.
Pertanyaanya adalah apakah ada jaminan bahwa harapan orang tua akan menjadi kenyataan? Saya sendiri tidak mampu memberikan jawaban yang pasti. Tetapi saya meyakini bahwa dengan sepenuhnya menggantungkan nasib anak pada para “guru saat ini” perlu kita pertimbangkan kembali. Dengan kata lain, ada baiknya kita juga menyadari bahwa guru juga memiliki batasan yang membuat mereka sepenuhnya tidak mampu menjamin tercapainya tujuan para orang tua.
Akan tetapi, secara pribadi, saya mengacungkan dua jempol kepada sejumlah guru yang mengabdikan hidup mereka bagi para penerus bangsa walaupun mereka sendiri mengalami masalah yang tidak kecil dalam kesehariannya. Saya juga bangga kepada para orang tua yang bertekad untuk membuat “home schooling” yang menjadikan rumah mereka tempat belajar/ sekolah bagi anak-anaknya.

Membahagiakan anak dengan memanjakannya
Suat hari saya mendengar pernyataan yang luar biasa tapi konyol dari beberapa orang tua mengenai cara mereka membanggakan anaknya. Mereka memberikan apa saja yang anak-anaknya inginkan agar mereka bahagia. Mungkin bagi mereka, khususnya orang tua dari kalangan “mampu”, beranggapan bahwa  itu adalah hal yang terbaik, tetapi sejujurnya itu sudah berlebihan. Sebaliknya, mereka telah menjadikan anak-anak mereka manja. Mungkin pernyataan dari seorang wanita, yang mendapat gelar “ the best mother on earth” perlu menjadi pemikiran kita bersama. Dia mengatakan bahwa silahkan memanjakan pasangan anda, wahai para orang tua, tetapi jangan pernah memanjakan anak-anak anda.
Bagi saya, para anak yang terlahir dari keluarga yang tidak “ beruntung” adalah anak yang beruntung, karena mereka tidak sempat mengalami masa-masa pemanjaan oleh orang tua mereka. Percaya atau tidak, anak yang lahir dari sebuah kemanjaan akan berakhir menjadi “sumber penderitaan orang tua, saat mereka sudah dewasa nanti. Itu terjadi karena mereka sedikit, bahkan tidak memiliki kesempatan untuk belajar arti hidup. Arti hidup lebih banyak ditemukan melalu masalah, salah satunya penderitaan.
Bersukurlah para anak yang kehilangan orang tua mereka karena dengan penderitaan yang mereka alami diawal masa-masa hidup mereka, akan menjadikan mereka pribadi yang tangguh. Bukankah orang yang siap menghadapi cobaan dan bahkan kebanyakan orang berhasil dalam hidupnya adalah orang mengalami kerasnya cobaan hidup.
Membiarkan orang lain menjadi idola bagi anak mereka
LADI GAGA menjadi salah satu ikon wanita “modern atau mungkin mudarat”. Saya tidak akan memaksakan penilaian pribadi saya kepada siapapun. Tetapi saya perhatikan ada banyak sekali anak-anak remaja yang menjadikannya idola dalam hidup mereka. Parahnya lagi, para orang tuapun ikut-ikutan menjadikan penggemarnya.

Dalam hal ini saya berpikir bahwa para orang tua sudah GAGAL menjadi contoh yang baik bagi anaknya. Mereka tidak berhasil menjadi model yang bisa diidolakan anak-anak mereka. Seharusnya, merekalah yang menjadi kebanggaan anak-anak mereka.

Alasan lain
Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada beberapa hal yang perlu menjadi alasan kenapa saya beranggapan bahwa kita para orang tua telah keluar jalur dari jalan yang seharusnya. Beberapa diantaranya antara lain: kita sering mengeluhkan guru yang memukul anak mereka di sekolah padahal kita mempercayakan anak kita pada mereka. Selanjutanya, kita juga memberikan anak-anak kita makanan dari sumber yang tidak sehat secara jasmani dan rohani. Kita menyadari bahwa mental dan jiwa kita juga dibentuk oleh makanan yang kita komsumsi. Tentunya dengan menafkahi anak-anak kita dari hasil yang tidak baik, maka kita secara sadar telah merusak karakter generasi penerus kita. Terlalu lucu rasanya bahwa kita mengharapkan keturunan yang berahlak mulia, tetapi justru kita sebaliknya menghalangi bahkan menjadi penyebab rusaknya kemampuan mereka untuk menDAYAgunakan (membangkitkan dan memanfaatkan) BUDI pekerti yang baik.

Hal lain yang cukup parah adalah kita membiarkan anak kita menjadi raja dirumah kita. Maksud saya adalah kita memberikan peran yang berlebihan terhadap anak kita, untuk berbuat sesuka hati mereka. Bagi saya hal ini sama dengan membiarkan anak-anak menindas para orang tua. Hal ini diperparah lagi dengan dampak negatif undang-undang perlindungan anak  dan atau KDRT yang justru membatasi ruang gerak orang tua dalam mendidik anak-anaknya secara totalitas.
Yang terakhir, saya pikir, kita telah salah dalam memberikan kebahagian pada anak-anak kita dengan membiarkan TV, HP, dan Internet menggantikan kita sebagai penghibur hati mereka. Kita biarkan anak-anak kita mencari sumber ketenangan diluar diri mereka, padahal kebahagian itu sudah ada di dalam diri mereka dan ada juga dalam diri kita sebagai orang tua. Bukankah kebahagian itu begitu dekat tetapi kita menjauhinya. Bukankah kebahagian itu murah meskipun banyak orang yang telah sukses secara finansial tidak mampu membelinya. 
Alangkah indahnya kalau kita mau menyadari bahwa anak-anak kita adalah sumber kebahagian bagi kita dan anak-anak yang berahlak mulia yang sanggup mewarisi seluruh kebaikan dalam diri kita. Mereka akan menjadi buah hati dan bunga mata kita. Kita hanya perlu menyadari dan merawatnya agar kita bisa memetik hasilnya.
Kesimpulan
Akhirnya, mengatakan orang tua sekarang kejam pada anaknya mungkin bukan istilah yang tepat, tetapi mungkin ada kalimat yang lebih tepat untuk mengatakan bahwa orang tua sekarang secara tidak sadar telah membiarkan atau menghancurkan anak-anak mereka sendiri.
Tulisan ini saya ungkapkan bukan sebagai bentuk kekecewaan atau protes kepada para orang tua, karena saya juga adalah ayah bagi anak-anak saya. Tetapi ini salah satu bentuk kepedulian saya pada apa yang sedang terjadi pada anak-anak dan orang tua modern. Semoga tulisan ini tidak menusuk hati dan meninggalkan luka kepada orang lain. Tetapi saya berharap ini bisa menjadi obat penawar bagi racun yang telah merasuk dalam jiwa dan raga kita. Amin.


Nothing is too sudden when the time comes for everything,

...inspired by a true friend's memory...





Day 1

It was my first day stepping my leg in the UOW. I felt everything was foreign to me. The people I was watching, the trees, the wild animals, and the winter... everything did not warmly welcome my arival in this “ gardenic” campus. Yet,  I was happy...and I felt the joy of being in a completely unfamiliar spot.

Thanks god...bless in diguise...I saw a young lady, wearing hijab (head cover), sitting while seriously engaging with her phone. Was she meditating or reading? I asked my self.
As I needed to get rid of my strange feeling about that new place, I made myself disturb her and asked if she could give me a hand with my problems. Unexpectedly, she did not turn let me down, instead, she became really helpful  guide for me although it was just less than minutes.  She was my first warm welcome in the strange world.
I should thank her one day, I promised to myself. But when and where the moment would come?

Day 2...
I had quite a bit long chat with her, about her study and everything. We share thoughts, but I dominated a lot. I hate my self in this part. However, she’s was really a great listener.  No matter how unintelligent my words were, she would pay her deepest attention. She listened with affection. That was another time when I found my voice valuable and respected. Speaking from the very bottom of my heart, I needed more time to be with such a personality.

Day 3...weeks after
There she is... She was just right in front of my eyes...Unbelievable... That was too beautiul to be true.  My eyes caught a warm and sweet smile. It was enchanting moment to see her again. On purpose, I noticed her eyes which did smile as well. But, none would see those smiling eyes as technology “glasses” hid them. I hate technology for this reason.  No lenghty talks at that moment. Yet, she would see me on the following day. She kept her promise. It showed me more about her inner beauty, that was keeping her words.

Day 4...
Two cups of hot chocolates accompanied our chat. It was really serious talk. Everything became the topic of our conversation. At the moment, she, again showed her hidden beauty. Perhaps, it was only me who was aware of that. Or maybe some body else, like his boy friend or who else?. I have no idea.

At that cafe, I found they joy, happiness of being with her. Yet....I felt, something very familiar starting te blossom in me. It just felt beautiful but I didnt want to assume that I liked everything she was. I didn’t want to come to such a conclusion that suddenly.

Days after....
Since that meeting, I was trying to contemplate, because I needed to clarify what actually happened to me when I was with her. I did meditating for days. Yet, the more I tried to find the clarity, the same feeling even became obvious. ..after those contemplation, I was aware that I need her more than I want to talk to her about ideas and thoughts. .

One night on the Facebook
I was online, chatting on FB with the other group members. Then.. something caught my eyes. I saw her name on my FB page asking for friendship. I couldn’t believe my eyes. It was her FB.
Afterwards, I confirmed her friendship request. My curiosity then led me to surf on her FB. I found many interesting things on it, pictures, words and others. I didn’t realise that we both like to have beaches as our FB wallpaper. It was not coincidence. It just happened the way it was. Was it a sign of something great might happened? I was expecting that.
Thanks God.. she was also online. I thought I could have a chat with her.

Dafi        : Asslamu'alaikum Dear
Nada     : Wsalam! How’s everything going? I am  good
Dafi        : I cant forget the moment when i was with you. It was touchy, I just miss it.
Nada     : Heheh. Wanna meet again? It was nice.
Dafi        : Yes, I do hope to see you... but don't know what to say if i have to jumpa nada
  again...a bit nervous to be honest.
Nada     : Haha. But I don’t think you need to think of anything everything before hand. Things
                   will roll naturally.
Dafi        : That’s true, maybe it was only my feeling...You know when "certain feeling" fills your heart,   then your logic will just get nervous.
Nada, have I been saying something emotionally inaprpropriate to you?
Nada     : *sigh* i dont know, perhaps. Still trying to make out your words.
Dafi        : There is a thing which is more complicated to make out than logical words, that is a
  set of sentence representing someone's heart
Nada     :  And that set of sentences are...?
Dafi        : : I thing I feel strange vibration when talking with you. It was just different, unlike the other   feeling when i talked to the other girls. It isnt that easy to say...but I know what it is.
Nada     :  I'm sorry, but i feel it more in a platonic kind of way.
Dafi        :  I 've never expected that you would use such plato's phyloshophical words.
Nada     :  It just means that i am more interested in talking about things thoughts and ideas
 with you, as a friend.
Dafi        : I've already expected these sentences to come across from you. Every feeling is
special, the specialty needs to be tested or clarified. And the platonic feeling you experience is just like what I wish to happen when talking with you...although there is a possibility that another type of feeling might occur.
Nada     :  So what happens now?
Dafi        :  You've decided (clarified) already to minimize or reduce the possibility or the other feeling. Then what happens now is that we are friends. (deeeeeep sigh)
Nada     : I am really sorry Dafi. Its just too sudden.
Dafi        : I know, everything takes time...but there is always exception excluding this...
 uhmmm...have I been forcing your thought and emotion to uncomfortable state? I am
 really sorry for that, I never meant to..Things just roll naturally
Nada     “ A bit. I've been trying to figure out the best way to reply.
Dafi        : I know, it is not that easy to reply in " not a hurting way". No one seems to be
succesful...but you made a great success in responding to my "silly sudden words"
Nada     :   It’s not silly.
Dafi        : If it was not silly, would it be categorized "fast stupidity"
Nada     : It’s not stupid either.Just sudden. Anyway, lets not be awkward to each
                other anymore.
Dafi        :  I understand that when " something" get mattured to sudden, the quality might not be  good. It would be easy to decay...
 uhmmm, I accept your offer to stay normal... Let's talk about your name (Nada means
hope)
Nada     : And?
Dafi        :  I am lost..speechless...
Nada     :  Why?
Dafi        :  There is an eletric sock comes from you....sorry...just kidding
Nada     :  It's late. Can we talk another time?
Dafi        :  Take a rest...I hope we could talk another time...Have a nice dream.


Two days after...
I had a trip to Nan Tien Temple, one of a very sacred places for budhisme believers. I booked for a seat from the university as it would be the last tour to the temple. I was in rush from my house, not wanting to miss the tour. I got to the university right on time and registered my name. I was lucky and  but not that happy. To be honest, my feeling wasn’t at its best at that time. I didn’t really feel the way I used to be.

However, something stopped me from thinking about my own feeling. It was very akward, indeed. She suddenly appeared before my eyes and asked me if I would go for the tour as well. What a coincidence!
That was not coincidence any more, as it wasn’t the first time I met her  that way. It seemed that what I expected to happen always come true. Everytime I felt like wanting to see her, she was just there a few minutes after. It was just too romantic to be true. Yet, I believe there was hidden meaning beyond such happenings. Whatever it was, it is worth experiencing. 

                     At Nan Tien Temple
Every tour member seemed to be amazed at the temple. Almost none of  the temple side was out of their camera capture. I liked the place as well. Yet, I didn’t really feel the joy of the tour. I missed something.  Although I took photos of the building, statues, and any other things which belong to the temple, I still felt uneasy to enjoy the tour.
She maintained distance from me, although I was trying to get closed to her. She preferred being her “flocks” and that even prevented me from tasting the joy of the temple offered. Then, I sent her a message which she didn’t reply.  “I wish I could talk to you. I am just not confident”.
Things just become more akward in me, then  I decided to meditate for a few minutes to put  my self together, while letting the other tour members, including her, had their lunch time in the temple dining hall. My hunger was replaced and my starve was filled with uncertain feeling. I just wanted to end the tour quickly, wanna get rid of such imprisoning beautiful place.

This night
When I was lying on my bed, trying to forget all which had happened in that morning tour, I found a message from her. It was weird. What took her so long to respond such a message? I found no answer.
She said “ I am sorry for not talking properly to you. It just felt akward”
Not wanting to miss the momentum, I replied her with hundred of words, which still gained no response till this story was written.
I said“ True, I did feel the same thing. I feel really sorry to put you in such an inconvinient feeling. I should haven’t talked to you about my feeling. But I feel that ...in love to u..”
Then I sent another message “ Oh my God ( Ya Allah), please forgive me for the second mistake I made. I just can’t help keeping my own feeling hidden. I will not regret that she turns me down. But I will do regret for not telling the truth to her. Nothing is too sudden as your mercy, Allah, has created such a beautiful feeling in me less than a second”.
Not wanting to be more upset for not telling her the truth, I just kept pouring my feeling to her via messages. Then I said again “ Nada, after this..will there be another time to chat again?. Certainly, there is no way back to the moment where thoughts and ideas were smoothly flowing from you and me. But I believe everything should get better and there are lessons to learn from this situation.” I then ended my message by asking her to respond mine no matter when she feels at best to do so “ Please reply!, don’t let my words go nowhere...”

A few minutes after...
Cling...the sound of my FB...she online...
It told her that I had a piece of writing about our story... yet, she was just to busy to reply my FB. Instead, she asked to drop the file in her FB message. I did it, but unfortunately, I didn’t copy the refined story. So this is the furnished version. I need to listen to her own version if she cares.

A day after...
I was just about to lay on my bed, when suddenly, I noticed that there was a message from her. I quickly looked at what she wrote and tried to read every word of hers.
“So, here it is. First, I am sorry I couldn't reply your messages because I was busy attending some matters. I believed I would have to stomach all of it first before jumping into any conclusions or actions. Such is my nature, to take everything quietly inside and maul it over.
Now, as to yesterday's event. I wasn't aware of your attending the same tour as I did, and so, seeing your presence, I was not ready for any sort of confrontation. Therefore, taken aback, I sought refuge in my friends. It was not that I did not want to talk to you, but rather that the circumstances of our relation (or perceived relation, that is) towards each other have changed, that it tore in a rather tumultuous position. Simply put, I was uncomfortable.
Now, to the heart of the problem. I really appreciate your essay, detailing each of our single meeting in such earnest and honesty. I appreciate your gratitude towards me; it was simply a gesture of goodwill (by God, through me, if we were to see it another way). Your words, as ever, astound me, as they emanate from the sincerity of the heart, with a certain naivety, that I gather only those with a pure heart (and closeness to God) would gain insight into. That was my first impression, and subsequently the other two.
So imagine my reaction when you suddenly come forward with your confession. It was first, unexpected. Second, I do not feel the same way; my impression/interpretation of the same meeting does not coincide with yours. Thirdly; it negated everything that happened before, because it made me wonder whether our conversation merely was to impress, or did it came from that which i described above. Fourth, and I hope this would be clear enough, I am already commited to someone else.
As such, I cannot see a good ending for all this. If this (the possibility of love, or anything related) is what you are trying to pursue, then I cannot consent to it. Nor do I think we can be friends. I am thus extremely sorry for the position I have put you in, or the gestures/speeches/actions that I have made that have led to this. It is my fault, ultimately.
This is my reply, and I hope you receive this well.”

After having  a deep breath, I replied her message directly, without having any intension to get another response from her although I know that she was also online.

“I am really happy to have a clear ending as leaving feeling in such unclearness will lead to, even, more desperate than being softly turned down. However, all the previous conversation wasn't meant to impress any one, neither you. It was the real me. When I wanted to talk about the truth, I will just let the words out of my mouth.
Knowing that you've been in a relation with someone is also a great thing for me to reposition and fix my own feeling and thoughts. I can see clearly the positive ending of this, no matter how difficult it was to go through feeling negotiation among us. It is just like a ship wanting to find the right port to stop. There is always a best port for every ship.
One other thing that I am impressed with you is your response which is totally based on expressing yourself honestly. I do appreciate such a way of deed. This, has put me in an easier way as the only thing left to do is to put my self together.
It's great to see that it's my fault, perhaps yours as well, but it is much wiser to view all that happened to us as invaluable life lesson. Therefore, there is nothing which can't stop me from not forgiving you and from saying my deep sorry, but there shouldn't be anything that makes me forget your everything. It was just both sweet and bitter memory which ends in a " great ending".
Have a good life.”

Having written all my best words, I just turned off my FB and talked to my own heart that what was happening was the reality. Expectation or hope or whatever sweet thing I want should not always happen to me. Yet, I believe that if I don’t get what I want, God will definitely give me what I truly need, something or someone that has been created to be part of my life.

The end




Sabtu, 14 September 2013

Soal Makanan...?

Apakah selera makan kita sama?
Setiap orang memiliki selera maka yang berbeda. Ada yang suka makan daging, ada yang menikmati sayuran dan ada juga menyukai keduanya. Pilihan makanan terkadang tergantung pada waktu dan tempat serta bagaimana kita dibesarkan/ kebiasaan. Di daerah yang dingin, mungkin jenis menu yang enak adalah yang pedas, atau yang asin. Di daerah yang yang panas, mungkin jenis makananya manis. Pada waktu malam, dihidangkan makanan yang hangat adalah sebuah kenikmatan tersendiri, dan tentunya makanan yang dingin dipagi hari terkadang membuat orang kurang berselera. Pada prinsipnya selera makan masing masing kita terdapat perbedaan dan tidak bisa digeneralisir. 

Terkadang ada orang yang memiliki pantangan atau alergi pada jenis makanan tertentu. Ada yang takut makan telur,  udang atau daging kambing karena hawatir terkena gatal-gatal. Ada juga yang hawatir makanan yang pedas karena takut mulas. Terkadang juga kita sangat fobia pada makanan yang mungkin kurang bersih secara kesehatan. Tetapi seberapa banyak kita yang alergi makanan yang tidak halal?. Yaitu jenis makanan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan agama. Jawabannya hanya kita sendiri yang tahu.

Bagaimana sesuatu makanan bisa menjadi tidak halal? Beberapa pendapat mengatakan karena makanan tersebut bersumber dari hasil kerja yang tidak halal, misalnya korupsi, mencuri atau perbuatan yang tidak legal secara konsep islam. Jenis makanan yang seharusnya halalpun bisa menjadi haram karena proses penyembelihannya tidak sesuai dengan syariat islam, seperti daging sapi, kambing, domba, atau ayam. Selain itu, ada juga memang makanan yang sudah dinyatakan haram oleh Allah SWT dalam Alqur’an seperti daging anjing dan babi. Mungkin hal tersebut sudah banyak kita ketahui, tetapi apakah kita pernah memakan sesuatu tanpa minta izin kepada yang punya makanan terlebih dahulu? Mari kita perhatikan pendapat berikut.

Dalam konsep Islam semua jenis makanan ataupun minuman milik Allah, dan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia selaku hamba Allah. Tujuan diciptakannya adalah sebagai bekal hidup dalam proses menyembah Allah SWT. Terkait dengan diskusi sebelumnya bahwa sebab tidak halalnya makanan atau minuman salah satunya  adalah karena kita tidak meminta izin kepada yang memiliki makanan.  Pernahkah kita makan tanpa meminta izin kepada Allah SWT, yaitu tanpa membaca bismillahirrahmaanirrahiim. Jika pernah maka saat itu kita mengambil makanan tanpa izin. Dengan kata lain kita sudah melakukan “pencurian”  yang berakibat pada tidak halalnya makanan yang kita konsumsi.  Semakin jarang kita membaca bismillah, maka semakin sering kita mengambil tanpa izin / “ mencuri” dan semakin sering kita mengkonsumsi makanan yang haram.

Mengapa harus makanan halal?
Suatu hari saya mengikuti sebuah kajian ilmiah dari seorang Tuan Guru Tua / Kiyai/ Ulama di Lombok yang membahas tentang pentingnya makanan halal.  Beliau menjelaskan bahwa karakter atau perilaku manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor makanan dan faktor iblis. Beliau menjelaskan secara ilmiah dan spiritual bahwa makanan yang kita konsumsi setiap hari akan terbagi menjadi dua yaitu Sari dan Sisa. Sisa makanan atau yang tidak terserap kedalam tubuh kita akan dikeluarkan dalam tiga bentuk zat, padat, cair dan gas. Sedangkan sari makanan akan terbagi menjadi lima, yaitu syaraf, sperma dan sel telur, darah, daging dan tulang.

Mari kita perhatikan satu persatu. Pertama syaraf, berfungsi untuk banyak hal, misalnya melihat, mendengar, berbicara, berjalan, berfikir dan fungsi-fungsi lainnya. Jika syaraf yang terbentuk berasal dari makanan yang haram, maka kecendrungan fungsi syaraf ini akan negatif. Misalnya syaraf pada mata yang awalnya kita niatkan untuk melihat qur’an atau membaca ilmu pengetahuan, cenderung kita gunakan untuk melihat yang tidak seharusnya....?.

Sperma dan sel telur behubungan dengan keturunan atau anak. Ketika anak lahir, maka anak tersebut akan mewarisi bentuk fisik, mental dan sifat dari kedua orang tuanya. Bisa dibayangkan bahwa jika sperma dan sel telur pasangan suami istri berasal dari makanan hasil mencuri atau korupsi, maka secara tidak sadar kita sudah mewariskan gen yang tidak bermoral. Genetika tidak hanya mempengaruhi kemampuan berbahasa serta kecerdasaan lainnya, tetapi ia juga mempengaruhi perilaku atau watak dari anak-anak kita.

عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال النبي صلى الله عليه وسلم : كل مولد يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمحسانه

"Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi".

Mungkin secara fisik, seorang anak tampak menawan, tetapi berperilaku "tidak karuan" yang dampaknya sangat menyengsarakan batin kita sebagai orang tua. Mungkin syair berikut dari seorang ulama muda di Lombok (Tuan Guru Haji (Kiyai) Lalu Mujahidul Islam bisa menjadi bahan renungan bersama terkait dengan masalah keturunan yang menyengsarakan para orang tuanya.

“Jaranglah pandai menjaga diri               “Di zaman ini sangatlah nyata
Kebanyakan asyik memoles diri                Banyaklah fitnah dimana-mana
Hanya banggakan wajah dan bodi            Iman taqwanya dilelang nyata
Akhirnya lupa budi pekerti”                       Akhirnya lupa pada Sang Pencipta”

Hal yang tidak jauh berbeda pula dengan darah. Secara medis, transfusi darah adalah sesuatu yang baik dan bisa dilakukan jika pendonor memiliki kesamaan golongan darah dengan orang yang didonor. Tetapi pernahkah kita berpikir, bagaimana kualitas darah si pendonor? Tentunya konsep kualitas secara medis dengan agama terdapat perbedaan. Dalam konsep 
Islam, darah yang berkualitas adalah darah orang yang sehat secara fisik dan sehat secara rohani, darahnya terbentuk dari makanan yang halal.  Bayangkan jika ada seorang anggota keluarga kita yang sholeh, sakit dan memerlukan transfusi darah, darah siapakah yang akan kita upayakan. Jika kita memiliki pilihan, kenapa tidak mencari pendonor dari orang yang sholeh juga. Insyaallah ada masalah akan ada jalan keluar. 

“Sesungguhnya bersama kesusahan, akan ada kemudahan” (QS: 94, Ayat 5-6).

Bagaimana dengan daging dan tulang? Hal yang sama juga berlaku dimana makanan yang tidak halal akan menjadikan daging dan tulang kita juga menjadi tidak sehat secara kerohanian, meskipun terlihat sehat secara fisik. Penting menjaga agar otot dan tulang tidak keropos secara jasmani, tetapi lebih penting menjaga tulang yang digerogoti oleh makanan yang tidak halal.

Apa hubungan makanan dengan Iblis?
Allah menciptakan tubuh ini menjadi wadah atau rumah bagi ruh, akal dan nafsu. Jika rumah tersebut kotor, maka sesuatu yang kotor dan jijik akan senang memasuki dan menempatinya. Tetapi jika rumah tersebut bersih, maka hal-hal yang baik akan senang berada didalamnya. Orang yang menjaga kehalalan makanannya, maka dia mengupayakan kebaikan dalam dirinya. Semakin dia berusaha mensucikan dirinya, maka semakin dia mendatangkan kebaikan dan ketenangan dalam dirinya.  Sebaliknya, orang yang membiarkan rumah/ jasadnya terkotori oleh makanan yang tidak halal, maka akan bermuara kemalasan, kelalalaian, kekotoran dan Iblis akan mudah menguasai hatinya. Jika hati, pikiran dan nafsu sudah terkuasai oleh iblis, maka akan berat untuk membersihkannya. Sholat menjadi malas. Mengaji menjadi jarang, bersodakoh menjadi berat, dan seterusnya.

Pernahkan kita kehilangan selera makan?
Saya beberapa kali mengalami masa-masa jenuh dengan menu-menu tertentu atau bahkan tidak memiliki selera makan sama sekali. Bagaimana dengan saudara-saudari sekalian? Mungkin pernah juga. Saya juga pernah mengalami momen-momen dimana makanan itu begitu nikmat,  dan hal tersebut merupakan nikmat yang sangat luar biasa dari Allah SWT. Ada tiga masa dimana saya menemukan kenikmatan yang luar biasa yaitu saat berbuka puasa, saat saya betul-betul lapar dan ketika saya mengingat bahwa tidak semua orang bisa menikmati apa yang sedang saya makan (bersyukur). Jadi betullah kata orang bijak, penyedap rasa yang paling hebat adalah ketiga hal tersebut diatas, puasa, lapar dan bersukur.

Perenungan

Akhirnya, semoga tulisan ini bisa membuat kita saling mengingatkan diri, agar menjaga keseimbangan dalam diri kita. Menjaga keseimbangan dengan berupaya tetap sehat secara jasmani dan rohani. Berusaha tetap sehat dengan menjaga kebersihan dan kehalalan makanan yang kita konsumsi dengan tetap mengucapkan bismillahirrahmaanirrahim dan Alhamdulillahirabbil alamin. Ini semata-mata  demi menjaga kesucian diri kita serta keturunan kita sehingga rahmat allah berupa ketenangan, petunjuk dan kemudahan tetap hadir dalam batin kita dan keluarga kita. 

QS. al-Tahrim (66) : ياأيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا

"Hai orang-orang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka…"

Agar kita juga bisa lebih khusuk saat menghadap yang maha suci ( ya Quddus) terutama dalam sholat, dan lebih siap menghadap Allah SWT di alam akhirat nanti. Jika kebersihan tetap kita jaga, semoga proses pembersihan, melalui siksaan di kubur, di padang mahsyar serta neraka, tidak perlu kita lewati (Masuk syorga bighairi hisab).


Catatan

Mohon maaf kalau ada kesalahan konsep atau kurang baiknya metode penulisan. Penulis hanya berusaha menuangkan pemikiran sebagai bahan pengingat untuk diri dan saudara-saudara seiman. Oleh karena itu, koreksi dan dan saran dari siapapun sangatlah penulis.
(Wollongong, Australia, 14 September, 2013) 

Referensi
Departemen Agama RI. (2000). Alqur'anul Kariim dan Terjemahannya. C.V. Diponegoro
Islam, L.M., TGH. (2012). Album Akhir Zaman. Sumbu Band. Benteng, Lombok Timur, NTB
Sulaiman, L.M. TGH. (2010). Pengajian Mingguan. Kotaraja, Lombok Timur, NTB. 

Sumber gambar: www.google.com