Sabtu, 21 September 2013

Kejamnya Orang Tua Sekarang


Marham JH.
Surabaya, 25 Mei 2012

Mungkin tidak semua orang akan setuju dengan pendapat ini, tetapi saya rasa ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkanuneg-uneg yang terus menggangu dalam hati dan pikiran saya. Sejujurnya. Saya merasa orang tua sekarang kebanyakan menganggap diri mereka sudah berbuat yang terbaik untuk anak-anaknya tetapi kenyataanya mereka melakukan yang sebaliknya? Mungkin anda akan bertanya kenapa saya mengatakan demikian. Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hasil pengamatan saya.

Terlalu membiarkan anak mereka bermain kapan saja dan dengan siapa saja
Ada seorang Bapak yang baru saja saya kenal, dalam perjalanan ke Surabya, mengatakan bahwa induk ayam akan mencari anak mereka sampai ketemu ketika anaknya tidak berada disekitarnya. Terutama apabila waktu magrib telah tiba dimana sang induk akn terus memanggil-manggil anaknnya Mereka akan terus mencarinya kemana-mana sampai ia menemukan anaknya..  Apakah itu terjadi pada kebanyakan orang tua sekarang? Kita semua memiliki jawaban yang berbeda tentang hal ini. Tetapi kalau kita perhatikan di daerah perkotaan, ada banyak orang tua yang begitu santainya membiarkan anak mereka keluar dari rumah tanpa mempedulikan kapan anaknya harus pulang dan dengan siapa anaknya keluyuran.
Mungkin kurang bijak kalau orang tua disalahkan dalam hal ini karena mereka punya alasan kuat untuk itu. Mereka mungkin saja sibuk bekerja atau mengurus bisnisnya. Tetapi, saya justru bersyukur dengan banyaknya kasus penculikan anak, meskipun bagi sebagian besar orang hal tersebut menakutkan. Maksud saya, dengan kejadian tersebut, para orang tua mulai bertanya dimana keberadaan anak-anak mereka dan berusaha mencarinya.
Mereka terlalu percaya pada orang lain untuk mendidik anak mereka
Dunia pendidikan secara fisik telah menunjukkan kemajuan yang sangat signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan banyaknya gedung-gedung baru, fasilitas yang lengkap ditambah dengan masuknya tekhonolgi informatika yang sudah terinstal ke sekolah-sekolah. Akibatnya banyak orang tua yang menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah sekolah yang dianggap berkualitas. Mereka sepertinya mempercayakan sepenuhnya masa depan anak-anak mereka kepada orang lain, kepada para guru di sekolah tersebut. Hal tersebut membuat mereka lupa pada tugas utama mereka yaitu menjadi guru pertama dan utama bagi keturunannya.
Mereka sanggup mengeluarkan biaya mahal agar anak mereka bisa meraih masa depan yang baik. Tetapi sadarkah mereka bahwa para guru tersebut juga memiliki kekurangan yang tidak memungkinkan mereka untuk sepenuhnya mampu menjadi pemegang amanat yang baik. Mereka juga punya masalah seperti kebanyakan orang tua. Dengan adanya peraturan baru mengenai guru sebagai sebuah profesi, maka imbasnya adalah fokus perhatian guru mulai beralih kepada material. Hal ini diperparah dengan guru juga mengalami tekanan finansial sehingga harapan untuk menjadikan anak didik mereka menjadi generasi yang lebih baik sepertinya semakin tipis.
Pertanyaanya adalah apakah ada jaminan bahwa harapan orang tua akan menjadi kenyataan? Saya sendiri tidak mampu memberikan jawaban yang pasti. Tetapi saya meyakini bahwa dengan sepenuhnya menggantungkan nasib anak pada para “guru saat ini” perlu kita pertimbangkan kembali. Dengan kata lain, ada baiknya kita juga menyadari bahwa guru juga memiliki batasan yang membuat mereka sepenuhnya tidak mampu menjamin tercapainya tujuan para orang tua.
Akan tetapi, secara pribadi, saya mengacungkan dua jempol kepada sejumlah guru yang mengabdikan hidup mereka bagi para penerus bangsa walaupun mereka sendiri mengalami masalah yang tidak kecil dalam kesehariannya. Saya juga bangga kepada para orang tua yang bertekad untuk membuat “home schooling” yang menjadikan rumah mereka tempat belajar/ sekolah bagi anak-anaknya.

Membahagiakan anak dengan memanjakannya
Suat hari saya mendengar pernyataan yang luar biasa tapi konyol dari beberapa orang tua mengenai cara mereka membanggakan anaknya. Mereka memberikan apa saja yang anak-anaknya inginkan agar mereka bahagia. Mungkin bagi mereka, khususnya orang tua dari kalangan “mampu”, beranggapan bahwa  itu adalah hal yang terbaik, tetapi sejujurnya itu sudah berlebihan. Sebaliknya, mereka telah menjadikan anak-anak mereka manja. Mungkin pernyataan dari seorang wanita, yang mendapat gelar “ the best mother on earth” perlu menjadi pemikiran kita bersama. Dia mengatakan bahwa silahkan memanjakan pasangan anda, wahai para orang tua, tetapi jangan pernah memanjakan anak-anak anda.
Bagi saya, para anak yang terlahir dari keluarga yang tidak “ beruntung” adalah anak yang beruntung, karena mereka tidak sempat mengalami masa-masa pemanjaan oleh orang tua mereka. Percaya atau tidak, anak yang lahir dari sebuah kemanjaan akan berakhir menjadi “sumber penderitaan orang tua, saat mereka sudah dewasa nanti. Itu terjadi karena mereka sedikit, bahkan tidak memiliki kesempatan untuk belajar arti hidup. Arti hidup lebih banyak ditemukan melalu masalah, salah satunya penderitaan.
Bersukurlah para anak yang kehilangan orang tua mereka karena dengan penderitaan yang mereka alami diawal masa-masa hidup mereka, akan menjadikan mereka pribadi yang tangguh. Bukankah orang yang siap menghadapi cobaan dan bahkan kebanyakan orang berhasil dalam hidupnya adalah orang mengalami kerasnya cobaan hidup.
Membiarkan orang lain menjadi idola bagi anak mereka
LADI GAGA menjadi salah satu ikon wanita “modern atau mungkin mudarat”. Saya tidak akan memaksakan penilaian pribadi saya kepada siapapun. Tetapi saya perhatikan ada banyak sekali anak-anak remaja yang menjadikannya idola dalam hidup mereka. Parahnya lagi, para orang tuapun ikut-ikutan menjadikan penggemarnya.

Dalam hal ini saya berpikir bahwa para orang tua sudah GAGAL menjadi contoh yang baik bagi anaknya. Mereka tidak berhasil menjadi model yang bisa diidolakan anak-anak mereka. Seharusnya, merekalah yang menjadi kebanggaan anak-anak mereka.

Alasan lain
Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada beberapa hal yang perlu menjadi alasan kenapa saya beranggapan bahwa kita para orang tua telah keluar jalur dari jalan yang seharusnya. Beberapa diantaranya antara lain: kita sering mengeluhkan guru yang memukul anak mereka di sekolah padahal kita mempercayakan anak kita pada mereka. Selanjutanya, kita juga memberikan anak-anak kita makanan dari sumber yang tidak sehat secara jasmani dan rohani. Kita menyadari bahwa mental dan jiwa kita juga dibentuk oleh makanan yang kita komsumsi. Tentunya dengan menafkahi anak-anak kita dari hasil yang tidak baik, maka kita secara sadar telah merusak karakter generasi penerus kita. Terlalu lucu rasanya bahwa kita mengharapkan keturunan yang berahlak mulia, tetapi justru kita sebaliknya menghalangi bahkan menjadi penyebab rusaknya kemampuan mereka untuk menDAYAgunakan (membangkitkan dan memanfaatkan) BUDI pekerti yang baik.

Hal lain yang cukup parah adalah kita membiarkan anak kita menjadi raja dirumah kita. Maksud saya adalah kita memberikan peran yang berlebihan terhadap anak kita, untuk berbuat sesuka hati mereka. Bagi saya hal ini sama dengan membiarkan anak-anak menindas para orang tua. Hal ini diperparah lagi dengan dampak negatif undang-undang perlindungan anak  dan atau KDRT yang justru membatasi ruang gerak orang tua dalam mendidik anak-anaknya secara totalitas.
Yang terakhir, saya pikir, kita telah salah dalam memberikan kebahagian pada anak-anak kita dengan membiarkan TV, HP, dan Internet menggantikan kita sebagai penghibur hati mereka. Kita biarkan anak-anak kita mencari sumber ketenangan diluar diri mereka, padahal kebahagian itu sudah ada di dalam diri mereka dan ada juga dalam diri kita sebagai orang tua. Bukankah kebahagian itu begitu dekat tetapi kita menjauhinya. Bukankah kebahagian itu murah meskipun banyak orang yang telah sukses secara finansial tidak mampu membelinya. 
Alangkah indahnya kalau kita mau menyadari bahwa anak-anak kita adalah sumber kebahagian bagi kita dan anak-anak yang berahlak mulia yang sanggup mewarisi seluruh kebaikan dalam diri kita. Mereka akan menjadi buah hati dan bunga mata kita. Kita hanya perlu menyadari dan merawatnya agar kita bisa memetik hasilnya.
Kesimpulan
Akhirnya, mengatakan orang tua sekarang kejam pada anaknya mungkin bukan istilah yang tepat, tetapi mungkin ada kalimat yang lebih tepat untuk mengatakan bahwa orang tua sekarang secara tidak sadar telah membiarkan atau menghancurkan anak-anak mereka sendiri.
Tulisan ini saya ungkapkan bukan sebagai bentuk kekecewaan atau protes kepada para orang tua, karena saya juga adalah ayah bagi anak-anak saya. Tetapi ini salah satu bentuk kepedulian saya pada apa yang sedang terjadi pada anak-anak dan orang tua modern. Semoga tulisan ini tidak menusuk hati dan meninggalkan luka kepada orang lain. Tetapi saya berharap ini bisa menjadi obat penawar bagi racun yang telah merasuk dalam jiwa dan raga kita. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar